Pages

Pencari Air Terjun

Minggu, 30 April 2017

Now playing : Live it up - Owl City 

Salah satu hal yang saya sukai adalah mengabadikan perjalanan lewat tulisan. Beberapa minggu yang lalu, saya sempat berkunjung ke salah satu objek wisata yang sebelumnya tidak saya sadari berada sangat dekat di rantepao yaitu Tambolang *kemudian merasa gagal sebagai AGR (Anak gawl rantepao )* Namun, berhubung jaraknya yang sangat dekat dengan rumah saya jadi tidak banyak yang bisa saya tuliskan.

Nah, kemarin pas lagi mumed2nya, saya mencoba untuk searching2 di IG tentang objek2 wisata anti meanstream Toraja yg bisa di kunjungi. Ada beberapa fto yang menarik perhatian saya, Sarambu (baca : air Terjun). Berlokasi di Bera, Pa'buaran, Makale Selatan. "Hm...Makale selatan, lumayan bisa dijangkau kayaknya, ya setidaknya nda' sampai Mengkendek-lah" pikir saya. Setelah memprovokasi saudara2 sepupu saya akhirnya berangkatlah kami bersama beberapa personel tambahan. Hanya ada 1 petunjuk yang kami miliki, jalan menuju Bera adalah dengan melalui jalan tanjakan setelah kantor Polres Makale.  

Kami berangkat pada hari minggu, jam 11 pagi dengan mengendarai motor matic. Menempu perjalanan Rantepao - Makale sih sudah biasa, paling cuma capek karena duduk kelamaan. Melewati kantor Polres, jalanan mulai menanjak. Sepanjang jalan, pemandang rumah, kios2 kecil, dan bengkel mendominasi. Jalannya juga mulus, jadi kami tetap happy. "Udah lewat makale, harusnya dikit lagi sampai" pikir saya. 20 menit berlalu, 30 menit berlalu, 45 menit berlalu..."lah kok jalannya masih gini2 aja, tidak ada tanda2 air terjun. Kami mulai bertanya perihal letak si air terjun itu...warga sekitar hanya menjawab "tarru'2 bang moko mi, mambela pa sau'" (baca: terus-terus saja kesana, masih jauh). Setelah itu aliran sungai mulai terlihat besar, tenang, dan sangat keruh. Menandakan sungai itu sangat dalam.

Karena saya dibonceng, ponakan saya yang berumur 6 taun udah ngorok di pelukan saya, dan si emaknya yang fokus membawah motor ini ke perhentian kami yang tak kunjung ditemukan, saya mulai berpikir yg aneh2 "bagaimana kalau airnya lagi naik lalu kami tidak bisa dekat2 dgn air terjun itu, bagaimana jika kami nyasar, bagaimana jika kameranya jatuh lalu dibawa air". You know-lah, terkadang saat tidak ada hal lain yang bisa dipikirkan, kita malah fokus pada pikiran2 yg negatif. Untungnya tidak lama, kami melewati persawahan yang hijaunya sangat menyegarkan mata, "pokoknya, sepulang dari
air terjun saya harus singgah disini" pikir saya.

Rumah-rumah mulai terlihat berjarak, jalan mulai menanjak, dan kami mulai meninggalkan air sungai dibawah sana yang terdengar sangat deras. Jalan yang tadinya mulus, berubah menjadi jalan plesteran yang mulai rusak, tapi si motor masih tetap kuat mendaki. Sepanjang jalan mulai nampak lembah2 yang hijau, sangat  cantik. Membuat saya yang setengah lemas, setengah mengantuk jadi melek kembali. Aliran sungai di bawah sana mulai mulai nampak melalui cela2 pepohonan.   Kemudian kami tiba disebuah air terjun. Ya, sebuah air terjun, tapi biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Dan pastinya ini bukan air terjun yang kami inginkan. Pikiran saya bahwa orang2 mengarahkan kami ke air terjun yang ini mulai menyeruak. "Inikah yang kami dapat setelah perjalanan sejauh ini ? Oh my..." saya mulai down. Ya sudah, foto2 aja dulu.

Lalu kami melanjutkan perjalanan setelah sepakat bahwa air terjun yang kami maksud masih ada di depan sana. Ya, papan nama bangunan2 semisal gereja di sana cukup memberikan kami sedikit oase bahwasanya jalan yang kami lalui sudah benar.   Perjalanan terus berlanjut dan masih menanjak, sedikit menurun, lalu menanjak lagi seolah2 gunung ini tak ada habisnya. Untungnya jalan yang kami lalui masih lumayan bagus. Dan believe or not, kami bisa melihat gunung2 hijau buram khas pegunungan di Enrekang. Bisa kalian bayangkan seberapa jauh kami mendaki.

Selanjutnya kami bertanya lagi pada warga yang kebetulan berpapasan dengan kami, "tae' mo na mambela bang kemilambi' mi tu passikolaan" (baca : sudah dekat, kalau kalian sudah melewati bangunan sekolah). Jalannan menanjak lagi..dan udara khas pedesaan lumayan mengobati kelelahan kami. (Tidak) lama kemudian sekolah itu nampaklah. "Yeyy, bentar lagi sampai !" Tapi ternyata masih jauh pemirsa..beberapa kali kami bertemu dengan anak2 sungai yang menjanjikan air yang sangat sejuk, tapi kami berusaha terus melaju. Dari jauh, kami melihat air terjun yang benar2 terjun  dari atas lereng bukit serupa dinding batu saking tegaknya. "ahh jangan bilang itu air terjun yg dimaksud oleh warga sekitar" syukurnya bukan. (Yup, iyu salah satu dari 3 air terjun yang bisa kita temukan saat kesana)

Sesampai di jalan yang benar2 hanya lumpur merah yang puji Tuhan saat itu sedang kering, motor sudah sangat sulit untuk mendaki. Kebetulan ada kakek yang lewat di jalan itu, bertanyalah saya "tabe' ambe'..mambela pa raka tu sarambu ?" si kakek mengatakan bahwa Sarambunya sudah dekat. Setelah mengucap terima kasih, saya dan ponakan saya turun dari motor dan berjalan dengan kakek itu. Mengurangi resiko "tipessambak" :) Setelah mendaki jalan, tibalah kami di sebuah rumah warga tempat si kakek mengarahkan kami untuk memarkir motor, karena perjalanan selanjutnya masih harus ditempu dengan berjalan kaki di antara pohon coklat. What a trip !

Setelah menuruni perkebunan coklat, suara air sungai semakin keras memanggil..dan tadaaaaaa tibalah kami di air terjun itu. Tidak ada siapapun di sana, yang ada hanya suara alam dari air yang terhempas oleh bebatuan. Saya seperti biasa, langsung jingkrak2 saking excited-nya (biasalah, org2 lapar piknik). Air terjunnya sunggu cantik, seperti tirai raksasa. Dan yang paling menyenangkan adalah sensasi berdiri di jarak aman terdekat dengan air terjun itu sambil menutup mata. Hanya ada suara  air, kesejukan, dan hati yang menyatu dengan alam. Perjalanannya sungguh membuat lelah, tapi perhentiannya luar biasa indah, sebandinglah. Dan barulah sepulang ke rumah saya mengerti bahwa yang kami datangi memang daerah yang hampir berbatasan dengan Enrekang. Ya, kami melewati Bera, Pa'buaran, dan jika sampai ke Pasa' Buntu maka itulah perbatasan Toraja - Enrekang, di Makale paling Selatan itu.

Ini beberapa moment yg sempat terabadikan, but u just can see it, u don't to fill it. Kalau mau merasakan sensasinya, langsung ke air terjunnya aja sob. Oh ya, hati2 saat melangkahkan kaki di antara batu2 sungai disana ya, licin ! Cukup saya yg jatuh, kalian jangan.

Kamu, puisi, dan aku

Jumat, 28 April 2017

Duku' tedong..
Awal keras tapi setelah di longo'
Jadi lembut..
Hatimu..
awalnya keras..setelah ditaklukkannya
Jadi lembut semacam pantat bayi  

Bulunangko..
Awalnya pahit, lalu disatukan dengan duku'
Dimasukkan ke dalam bambu
Uhh..sedap
Hidupmu..
Awalnya pahit, lalu ia datang
Bersama senyum dan sayangnya
Uhh..manis  

Ollon..
Awalnya jauh, sepi, tak terpandang
Mengemis cinta dari para pencari keindahan
Kini, ia angkuh..sulit ditaklukkan
Acuh pada yang memuja keindahannya
Kamu..
Awalnya pilu, risau, dan galau
Memohon secuil dari hati yang dimilikinya
Kini..kau mapan, tampan, beriman
Tak hirau lagi pada yang dulu menolakmu  

Pa'karing..
Bentuknya buruk, hitam, keras, dan asin
Coba kau makan dengan sepiring nasi panas
Lidahmu bahagia karenanya
Puisi ini..
Tidak beraturan, maksa, aneh, dan garing
Coba kau baca lagi dilatari lagu favoritmu
Senyummu merekah dibuatnya  

Katokkon..
Merah, panas, dan pedis
Tanpanya kau terus lapar
Penulis puisi ini..
Belum mandi, muka bantal, kusut
Tanpanya..senyum kecil dibibirmu itu takkan ada

Jadi religius di FB, salahkah ?

Minggu, 02 April 2017

FB tidak dapat dipungkiri telah menjadi salah satu media sosial yang paling banyak digunakan oleh manusia. Masing2 pemilik akun tiap harinya mengupdate apa yang ada dipikiran mereka di salah satu kotak yang bertuliskan "what's on your mind ?" Tipe penggunanya pun berbeda-beda, ada yang kelihatan selalu ceria, selalu galau, ada yang random, ada yang sukanya nyinyir, dan ada juga yang kelihatan religius. So, pengguna FB itu bermacam-macam.

Nah, jika teman2 bertanya tipe religius seperti apa yang saya maksud disini. Yang saya maksud adalah yang mengutip ayat Kitab suci sebagai status, yang menuliskan kata "Tuhan" di statusnya, yup something like that pokoknya. Dan sayangnya, tidak sedikit yang menganggap pengguna akun semacam itu hanya ingin melakukan pencitraan semata. "Kalau berdoa jangan di facebook-lah" seperti itu beberapa orang menanggapinya.

Saya adalah salah satu dari banyak orang yang juga biasanya tiba-tiba menjadi tipe religius di saat2 tertentu. Jadi dengan rendah hati saya ingin berpendapat sedikit tentang hal itu. But don't take it pake urat yaa...ini nda masuk SKS kok

Masing2 pengguna memiliki cara dan niat yang berbeda untuk mengemukakan apa yang sedang dipikirkannya. Nah, karena berbeda...kita tidak dapat menyamaratakan semua pengguna bertipe religius (sebut sj begitu) sebagai orang2 yang selalu berusaha mencitrakan diri seperti pandangan beberapa orang. Menurut saya itu kurang adil ciin.

 Bagi saya pribadi, media sosial serupa FB sangat banyak manfaat baiknya jika digunakan dengan cara yang bijaksana. Ia dapat menjadi wadah yang kita gunakan tidak untuk sekedar memamerkan luka sayatan pisau sehabis potong bawang, tapi lebih dari itu dapat dipakai sebagai wadah untuk menjadi berkat bagi pengguna lain. Jika ayat2 Kitab Suci yang saya gunakan dapat menyentuh hati orang lain untuk lebih mengenal Tuhan, why not ? Tapi kerinduan saya seringnya tidak sampai disitu kok. Saya mengupdate suatu ayat sebagai reminder bagi saya pribadi karena saya punya kebiasaan aneh yaitu nge-stalk diri sendiri -_-" yakkodong saking nda adanya yg stalkingin T.T

Satu lagi, tentang yang sering menuliskan kata "Tuhan" di status. Saya salah satu dari mereka. Jika kamu pernah berada pada situasi galau, pilu, risau, kalut, emosi jiwa, dan satu2nya yang bisa kamu harapkan hanya Tuhan. Kamu pasti berdoa. Ya, saya pun begitu. Kok sama ? Ahhh, jgn2 kita jodoh :D Ok, fokus !! Setelah berdoa dan selanjutnya saya diperhadapkan pada pertanyaan "what's on ur mind ?" perasaan itu kadang masih terbawah di pikiran saya dan jadilah sebuah status semisal "Tuhan tolong gerakkan hati Jastin Biber untuk menfolbek diriku :( :(" Ya...itu menjadi semacam pola yang berujung pada kebiasaan. Ahh..bahasa skripsi mi sede'

Itu pengalaman saya pribadi yah, orang lain pasti punya cara dan niat berbeda. Nah, karena kita berbeda...baiknya jangan terlalu cepat menghakimi dengan embel2 pencitraan. Tidak semua yang orang2 tampakkan di media sosial itu pencitraan kok, saya percaya masih ada yang tulus dan apa adanya. Bahkan yang mengambil jurusan Public Relations sekalipun ;)

Tapi kalau kamu tidak percaya, it's okay. Om Paulo Coelho sendiri mengatakan "Tidak ada hal ya g sepenuhnya salah. Jam dinding yang rusak pun benar 2 kali dalam sehari" Jadi kamu tidak salah, saya pun tidak salah. Tuhh kan kita samaan lagi ;) ;)

Tapi kalau kamu masih senewen juga dengan akun2 yang kamu anggap pura2 religius. Baiknya hapus saja dari daftar teman FB kamu, gitu aja kok repot ciin :) Salam. 
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS