Add caption |
Sebelum
melakukan kunjungan media, kami (Saya, Yayu, Jay, Ria, Rahma, Depe’) sudah
merencanakan ini. Ada berbagai alasan mengapa saya sangat ingin ke kota yang
satu ini, salah satunya adalah karena disana terdapat sesuatu yang pernah
menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia. Yupz, Borobudur J.
Setelah semua
kegiatan di Jakarta telah selesai, kami (GREAT) tercerai-berai ke berbagai
pelosok di pulau Jawa. Pada awalnya ada rasa kuatir untuk menginjakkan kaki ke
kota itu, kami takut kalau – kalau
banyak kesialan yang akan terjadi seperti di Jakarta. Tapi karena tekad
untuk menginjakkan kaki di Borobudur, kami pun membuang jauh rasa takut itu. Saat
itu, sedang libur lebaran sehingga
sangat susah untuk memperoleh tiket kereta api. Jadi kami meminta tolong kepada
paman Yayu’ yang tinggal di daerah Depok untuk membantu kami untuk memeroleh
tiket Bis tujuan Jogja. Singkat cerita, kami akhirnya terdampar di rumah paman
Yayu’ karena bis yang akan mengangkut kami berangkat dari sana.
Akhirnya waktu
itu segera tiba, kami berangkat ke perwakilan Bus yang bernama Handoyo. Setelah
agak lama menanti, akhirnya bis itu datang juga. Kami segera naik, dan
perjalanan pun dimulai.
Kami berangkat
pada pukuk 16.00 Wib. Ada suasana berbeda yang saya rasakan dalam bis itu. Ya,
jika biasanya saya pulang ke toraja dengan bis yang mengangkut orang – orang
toraja dengan bahasanya yang sangat saya rindukan, saat itu kami malah
dikelilingi oleh orang – orang jawa yang menurut saya sangat kental dengan
bahasa mereka. Dan itu semakin membuat saya percaya bahwa kami benar – benar
akan menginjakkan kaki ke Jogjakarta. Adapun bis yang kami tumpangi ini tidak
ber-AC, tapi itu tidak membuat saya kecewa karena walaupun tidak ada AC tujuan
tetap Jogjakarta :D
Dalam perjalanan
menuju kota itu, hal yang paling saya ingat adalah ketika banyak penumpang dari
bis lain yang dipindahkan ke bis kami entah karena alasan apa. Sungguh kasihan
melihat mereka berdiri di lorong –
lorong Bis yang sempit itu. Bahkan ada ada beberapa anak kecil pula yang harus
berdiri bersama ibu mereka. Tapi entah mengapa, mereka terkesan biasa – biasa
saja dengan keadaan seperti itu. Pada sekitar jam 1 malam, mobil kami tiba –
tiba mogok. Saya tidak tau mengapa, tapi situasi pada saat itu benar – benar
menyeramkan. Syukurlah, Handoyo hanya mogok sejenak. Kemudian ia terus melaju
membawah kami ke suatu kota yang tidak saya sangkah akan begitu ramah.
Matahari mulai
menampakkan cahayanya, keadaan tidak lagi gelap. Satu per satu penumpang mulai
turun. Dan saya semakin bahagia karena itu berarti Jogjakarta sudah semakin
dekat. Handoyo pun berhenti di terminal bernama Jombor. Tiba – tiba sang sopir
menyatakan bahwa ini adalah pemberhentian terakhir untuk bis Handoyo. Kami
bingung setenga mampus !! Kami tidak mengenal dimana tepatnya daerah itu,
apalagi orang – orangnya. Kami jelas terlihat seperti orang baru yang
menginjakkan kaki di daerah itu, dan orang – orang seperti kami ini biasanya menjadi
sasaran empuk bagi mereka yang tidak takut dosa.
Dengan
kekecewaan yang luar biasa kepada Handoyo, kamipun menurunkan barang – barang
kami yang rempong itu. Syukurnya masing – masing kami hanya membawa 1 kopor,
kecuali sahabat saya yang bernama Rachma :D. Ya, dia bahkan membawa 2 kopor dan
1 tentengan berisi segalah bentuk kerempongan. Tapi serempong – rempongnya
orang ini, perjalanan kami di Jogjakarta tidak akan berwarna. Asikkkee.
Udara di tempat
itu sangat sejuk, sehingga mengurangi kesesakan kami pada Handoyo. Setelah
putar otak di pagi hari, kami pun memutuskan untuk merental mobil seseorang
yang ada di terminal itu. Ya, perjalanan terus berlanjut. Di sepanjang jalan
kami terus membaca segalah hal yang bisa dibaca misalnya nama jalan, nama tempat,
nama daerah, dll. Ups, saya lupa memberitahukan bahwa sebelumnya, kami dengan
bantuan sahabat Yayu’ di Jogjakarta telah membooking sebuah penghinapan bernama
Rumah Nugraha. Akhirnya setelah mutar2, sampai juga kami di penghinapan bernama
rumah Nugraha.
Kesan pertama
saya terhadap penghinapan itu adalah sederhana tapi bersahabat. Yaa, kami
segera membawa kopor2 kami ke dalam kamar yang telah disewah. Saat memasuki
kamar itu, kami langsung berebut tempat tidur gara2 efek kurang tidur yang
diciptakan oleh bus Handoyo. Dan tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 12.00
siang waktu setempat. Kami terbangun, dan mulai menyusun rencana perjalanan.
Satu prinsip yang kami pegang teguh selama berada disana adalah Ke Jogja bukan
untuk tidur tapi untuk jalan. So, dengan bantuan teman Yayu (lagi) yang bernama
Ratna dkk kamipun menyewah sebuah mobil yang bisa membawa kami kemana pun kami
mau J
Dan perjalanan
pun dimulai…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar