Pages

Seberat apapun masalahmu, BUNUH diri bukan solusinya

Selasa, 17 November 2020

Seperti biasanya, aku terbangun di pukul 05.30. Berdoa,  sekedar mengucap syukur karena semalam tidurku nyenyak sekali. Dan kemudian ku raih hp di samping bantal..Cek notifikasi,  hanya ada chat dari group...okay kulanjutkan tidurku,  tapi boong.

Kubuka chat group itu.. Bahasannya masih seputar kasus bunuh diri yg terjadi kemarin(17/11).

Biasanya saya akan cepat lupa dengan pembahasan seperti itu. Toh.. itu juga bukan teman saya,  bukan tetangga saya.  Saya tidak mengenal orang2 dalam kasus itu.
Tipikal pembaca berita kontroversial.  Baca- nikmati euforianya-bikin komentar ini itu- udah.

Tapi pagi ini,  rasanya saya begitu gelisah. Kasus bunuh diri di Toraja sepertinya tidak bisa disepelehkan lagi. Ini isu serius. Bayangkan saja,  belum meredah kasus remaja yang bunuh diri dengan meninggalkan 2 lembar surat utk pacar dan keluarganya, ada lagi kabar menyedihkan dari perempuan 24 tahun yang mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama.
Dan ternyata,  sebelumnya pacar dari si perempuan ini juga meninggal bunuh diri. Di bulan yang sama. Dan jangan lupakan kasus2 bunuh diri jauh sebelum tiga peristiwa ini. This is not a joke anymore,  kawan.

Ini sungguh masalah serius.  Serius dan menyedihkan.
Saya bahkan mulai berpikir apa kira2 hal yang bisa saya lakukan untuk bisa meminimalisir hal seperti ini.  First,  saya bukan opinion leader  yang ketika berbicara..semua orang akan tertuju ke saya. 
Jangankan saya,  bapak bupati yang bicara saja belum tentu akan di dengar oleh semua orang apalagi diriku ini.. Yekaaaan.
Apalagi kalau hanya berkata "Jangan bunuh diri". Percayalah,  tidak banyak orang yang suka dengan kata "jangan".

But seriously,  kita harus melakukan sesuatu. Jangan menunggu pemerintah atau organisasi2 tertentu untuk bertindak. Ini adalah masalah kita bersama..secara khusus kita yang ada di Toraja.

Mungkin tidak banyak yang bisa kita lakukan karena masing2 orang punya pergumulannya sendiri yang tidak diketahui oleh orang lain.
But yang harus kita ketahui adalah orang yang mengakhiri hidupnya, tentu karena tidak lagi menemukan jalan keluar dari masalah2nya. Tidak lagi punya harapan untuk menjalani hidup. Dunianya mungkin runtuh karena satu dan lain hal.
So.. Menurut saya, hal kecil tapi bermakna sangat besar yang bisa kita lakukan adalah "Kepedulian" dan "Keterbukaan". Tidak bermaksud menggurui,  saya hanya ingin membagikan apa yang saya pikirkan dan rasakan.

Hm.. Tidak perlu berencana melakukan hal2 yang besar, cukup menjadikan lingkungan pertemanan kita menjadi seperti rumah yang nyaman.
Mari menjadi pribadi yang peduli. Peduli yang tulus,  bukan peduli yang hanya untuk mencari tau kelemahan orang lain,  lalu membagikan aib orang.
Menjadi rumah yang nyaman untuk teman2 kita,  jika mereka merasa nyaman mereka pasti terbuka kepada kita.  Dan ingat,  keterbukaan selalu mengawali pemulihan. 

Tak perlu menghakimi saat seseorang menceritakan masalahnya kepadamu, terkadang kita hanya harus menjadi pendengar yang baik untuk teman2 kita. That's all what we need.

In the end,  masing-masing orang punya tingkat kesabaran yang berbeda-beda dalam menghadapi sebuah masalah. Entah itu masalah patah hati,  ekonomi, atau apapun..tak usahalah menghakimi yang telah "pergi" dengan mengatakan "hanya karena masalah sepeleh". Tingkat tolenransi orang berbeda-beda dalam menghadapi masalahnya. Saya berbicara seperti ini bukan berarti saya menyetujui alasan seseorang membunuh diri ya.  Tidak ada alasan apapun yg bisa digunakan untuk membenarkan seseorang dalam melakukan suicide.  Hope you know what i mean.

Saya yakin,  diluaran sana masih banyak jiwa-jiwa yang hampir menyerah. Tidak jauh,  mereka ada disekitar kita.  Itu bisa saja teman2 terdekat kita. 
Oleh karenanya,  Ayo lebih peduli dan pekah.
Yang punya masalah,  ayo lebih terbuka.  Jangan diam,  jangan menyerah,  masih ada yang peduli, percayalah.
Dan jangan lupa,  hidup ini berharga..sesulit apapun itu.  Setiap orang punya masalah,  bukan hanya kamu.  Kamu tidak sendiri.

Have a great day,  semuanya. 
Mari menebar aura positif.

Meng-Indonesia-kan bahasa Toraja

Kamis, 23 Mei 2019

"wiiiiii.. bagus liu toda' bajunya"

Bagi orang yang berasal dari luar Toraja,  kalimat seperti diatas sudah pasti membingungkan.  Namun,  di kalangan anak-anak Toraja yang mengakuh hits dan gawul tiada tara kalimat seperti itu normal-normal saja. 

Di kampung (baca: daerah2 yang jauh dari Rantepao) penggunaan bahasa Toraja masih begitu kental.  Jika berjalan2 ke daerah pelosok, rasanya begitu bahagia jika mendengar anak-anak kecil menyapa kami dengan "umba la mi ola cewek  ?" (baca: cewek,  kalian mau kemana ?) at least bahasa mereka membuatku benar-benar merasa berada di belahan dunia bagian Toraja,  walaupun masih agak kurang sopan karena mereka memilih memanggil kami dengan sebutan "cewek" dari pada "kakak".  Ya, tapi masih mending dari pada harus mendengar mereka memanggil kami "tanta" yee kan.

Well,  kembali ke bahasa Toraja yg di Indonesiakan ataupun sebaliknya.
Di kota (kami menyebut Rantepao sebagai kota)  akan sangat sulit mendengar remaja-remaja berbahasa Toraja padahal sebagian besar yang menuntut ilmu di kota Rantepao sebagai siswa atau mahasiswa justru berasal dari kampung.  Akui saja.  Tak usah malu-malu.

Coba saja, kalian berjalan-jalan ke kota Rantepao atau lapangan bakti, lebih bagus pada malam minggu. (Eaaa,  sarankan orang untuk keluar malam mingguan,  padahal dia sendiri tidak pernah malmingan.. Yakkodong.) *Halu nya ini penulis deh.
Hampir mustahil mendengar anak muda menggunakan bahasa Toraja.  Kamu hanya akan mendengar kalimat bahasa Indonesia dibumbui dengan kata "toda'", "liu", "komi", "ji ko", "bang mi". Nah.. Unik kan ? Entah siapa yang memulainya namun mungkin seperti inilah cari kami anak Toraja meng-Indonesia-kan bahasa Toraja. Tak apalah. Aku pun saat reunian dengan  dengan teman2 SMA  lebih senang menggunakan bahasa seperti itu.  Sekedar Nostalgia. 

Nah,  Yang ajaib ialah tidak jarang ku temukan anak-anak remaja yang sudah menggunakan kata "gak" dari pada menggunakan kata "tae'" atau "tidak". Misalnya "duhhh.. gak bisa na' toda' ikut sama kamu pia karena gak na izinkan na' pacarku". Saat itulah ku ingin berkata, "Obendo',  patei bang mo' lai' sabe' ". Padahal injak bandara saja belum pernah -,-"

Kadang agak sedih mendengar remaja-remaja tanggung  berbicara seperti itu. Entah karena malu atau keseringan nonton sinetron di tv, mereka jadi lupa dengan bahasanya sendiri. Mungkin mereka mengira dengan mengikuti cara Natasha Wilona berbicara mereka auto mirip dengan si Wilona itu.  Dek,  menggunakan bahasa Toraja tidak akan membunuhmu.  Sungguh.

Last but not least,  teruntuk yang ke-bule2an (penulis dong 8D) aku juga agak gemas dengan teman-teman yang sering mengartikan "otw" sebagai "berangkat". Ini banyak kutemukan di beranda FB, misalnya "lagi siap2 mau OTW ke sa'dan".
Dan di dunia nyata,  "gaiss,  ta OTW mi e". Agak lucu sih. Sepemahamanku,  OTW atau on the way artinya SEMENTARA dalam perjalanan. Jadi istilah "OTW" harusnya digunakan untuk menyatakan bahwa kita sedang berada dalam perjalanan.  Bukannya baru mau berangkat. 

Jadi intinya, jangan malu menggunakan bahasa Toraja jika kita sesama orang Toraja.  Jangan berusaha membohongi identitasmu karena tampang dan huruf "E"mu tidak akan pernah menipu. Yang suka pake bahasa Inggris,  tak masalah.  Karena bahasa Inggris itu sangat penting di masa ini. Dan kita tidak akan pernah pandai jika tidak learning by doing yee kan.  Asal jangan berlebihan sampai2 penjual sayur di pasar pagi ko bahasa inggris-i juga. Yang terpenting,  jangan pura-pura lupa bahwa kamu orang Toraja yang bisa bahasa Toraja.

"jadi,  mau ki OTW kemana gais ?"

that's wrong, absolutely  !

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS