Pages

Tuhan, Aku Rindu

Sabtu, 20 Oktober 2018

Rasanya waktu berjalan begitu cepat. Dari yang awalnya hopeless karena belum bisa mencari "uang jajan"  sendiri. Kalah itu,  rasanya aku telah mengetuk sejuta pintu namun semuanya tertutup rapat.  Kemudian Dia Sang Penuntun akhirnya mempertemukanku dengan satu pintu.  Pintu yang sesungguhnya sangat dekat denganku selama ini,  tapi aku membuang waktu dengan pintu nun disana  karena banyak orang menuju pintu-pintu itu.  aku juga ingin.

Pintu yang ini kelihatannya sangat sederhana. Tidak banyak orang sudih meliriknya. Pertama kali,  melihat pintu itu... aku ragu. "Apakah ini pintu yang seharusnya aku masuki  ? Tapi banyak teman-temanku yang memasuki pintu yang disana. Ah,  buka pintu yang ini saja dulu,  toh kalau yang kucari tidak ada di dalamnya,  aku bisa keluar dan mencari pintu yang lain. Aku pun mengetuk pintu itu,  setelah berusaha agak lama,  pintu ini akhirnya terbuka.  Anehnya,  semua yang ada di dalamnya sepertinya tidak asing.. Dan aku sangat akrab dengan yang ada di dalamnya.  Bunyi, aroma,  bentuk, dan warna, rasanya aku pernah merasakan semua ini.  Duluh,  duluh sekali.

Oh,  jangan kira karena aku akrab dengan segala hal dibalik pintu itu,  aku bisa dengan gampang menguasainya.  Tidak.  Sama sekali tidak.  Aku benar-benar harus berusaha keras untuk bisa menaklukkannya. Lebih sulit lagi,  aku harus menaklukkan ego agu sendiri,  dan ego orang-orang disekitarku yang masih ingin agar aku keluar dan kembali mengetuk pintu-pintu yang disana itu.

Tapi Dia yang menuntunku pada pintu itu,  selalu menguatkanku dan membuatku melampaui semua ujian-ujian dalam menaklukkan pintu ini.  Aku suka caranya menuntunku melalui pintu yang satu ke pintu yang lain untuk sampai di pintu yang ini.  Dia membiarkanku mengalami rasa sedih yang sangat banyak dengan cara membawaku pada pintu itu hanya untuk memperlihatkan bahwa itu bukan untukku. Ya,  setidaknya dulu aku berpikir seperti itu.  Baru sekarang aku paham,  bahwa itu hanya satu dari banyak cara yang Dia gunakan untuk melatihku agar lebih kuat lagi, agar aku tau seberapa besar kapasitasku, agar aku tau  bahwa tidak masalah untuk mengambil jalan yang berbeda,  agar aku mengerti bahwa setiap orang punya keunikannya masing-masing, dan agar aku sadar bahwa Dia lebih kreatif dari yang bisa kubayangkan.

Sudah cukup energi yang terkuras dengan pintu2 yang disana. Aku bahagia dengan pintu ini.  Pintu yang sepi,  tapi membuatku tidak merasa sepi.  Pintu yang sederhana tapi membuatku menjadi kaya, pintu yang kelihatan suram tapi membuat hidupku penuh warna,  pintu yang kelihatannya tertutup, namun cukup ramah untuk menerima  orang2 lain yang ingin menumpang di dalamnya.

Sudah lama sejak hal itu terjadi.  Kini aku terlalu fokus dengan isi ruangan itu.  Semua yang ada di dalamnya sungguh menarik perhatianku sampai-sampai aku lupa pada Sang Penuntun.  Aku lupa,  bahwa segala sesuatu yang  ada dalam ruangan ini tidak akan pernah kunikmati tanpa penuntunanNya.  Segala yang kumiliki dan berkat-berkat yang datang setelahnya berasal dariNya,  aku lupa itu.  Dia memberikan 24 jam waktu kepadaku,  dan aku hanya memberikan waktu paling "sisa"  padaNya.  Waktu dimana rasa lelahku sudah membuncah.  Lambat laun,  tuntunanNya tidak lagi bisa ku rasakan.  Aku terlalu percaya pada kekuatanku untuk melakukan penaklukan seorang diri tanpa melibatkanNya lagi seperti dulu.  Dan  detik ini,  aku rindu.  Rindu pada tuntunanNya,  rindu pada suaranya,  bahkan aku rindu dengan malam kelam ketika aku mengetuk pintu disana namun aku tau aku tidak sendiri. Ada Dia menyertaiku. Tuhan,  aku rindu.

Updating my life on blog, after so long

Jumat, 24 Agustus 2018

Seperti yang kalian tau sekarang ini saya lagi fokus di dunia perjahitan...halaah ! Yang dulunya cuma sibuk memungut remah-remah semangat yang hampir hilang tertiup angin krisis seperempat abad,  kini saya mulai merasakan kemerdekaan setidaknya dari salah satu fase paling menyesakkan yang mau tidak mau harus dialami oleh seluruh makhluk ciptaan Tuhan yang termulia, manusia.

Well,  kali ini saya tidak akan membahas tentang krisis seperempat abad karena kalian akan atau sudah melalui itu, but now saya ingin menceritakan tentang salah satu akibat...ow, "akibat" bukan kata yang tepat, karena kedengarannya malah merujuk pada sesuatu yang negatif.  Hm... Let say "hasil", kedengarannya jauh lebih baik.  Jadi,  saya akan menceritakan salah satu hasil dari krisis berkepanjangan yang malangnya harus saya alami beberapa bulan di belakang sana. Nah,  salah satu hasilnya adalah BISA MENJAHIT.

Percaya atau tidak,  sebelum bulan September 2017 saya tidak tau apa-apa tentang menjahit.  Jangankan mau jahit baju,  pasang benang ke mesin jahit yang alurnya berliku-liku kayak kehidupan (curcol mi sede') saja saya sudah bingung setengah hidup.  Tapi sepertinya pepatah yang mengatakan "dimana ada kemauan disitu ada jalan" sungguh benar (kecuali dalam hal C.I.N.T.A)
Karena krisis seperempat abad,  saya mulai mengenal diri saya yang sesungguhnya,  seriusan.  Jadi ingat sama salah satu kalimat ajaib di buku Adultery-nya om Paulo Coelho yang bunyinya kurang lebih "kau harus tersesat sejauh-jauhnya untuk bisa menemukan dirimu yang sesunggubnya" tsaaah.

Duhh,  intronya kepanjangan ya.. well,  intinya setelah "tersesat" dalam ekpektasi2 manusia disekeliling saya, dan cita-cita mulia saya untuk menyenangkan hati semua orang.. Saya akhirnya menemukan diri saya dan apa yang saya sukai untuk dilakukan (dan untungnya yang saya sukai itu bisa menghasilkan uang jika dilakukan dengan baik)

Nah,  sekarang kita masuk kebagian reffrein.  Beberapa teman sempat bertanya "tiwi.. Kursus jahit dimana? " Kemudian saya jawab " nda ikut2 kursus kok,  cuma modal youtube,  pinterest,  sama tanya2 ke mama"
And then,  they said "oww,  pantas..penjahit pale mamamu di'"
Kesannya seperti karena saya anak penjahit, semuanya terasa lebih gampang bagi saya untuk belajar menjahit.  Mereka tidak tau bahwasanya seandainya saya punya uang lebih,  saya akan lebih memilih ikut kursus daripada belajar ke mama.  Why  ?

Selain karena ilmu yang akan saya peroleh jika ikut kursus bisa lebih bertahap,  teratur,  dan lengkap. Belajar ke mama bukan perkara yang muda loh.  Harus selalu berlapang dada untuk mendengar kata2 pahit nan menyesakkan dada jika penyakit lalod saya mulai kambuh dengan penjelasan mama.  Dan parahnya lagi saya tidak bisa berkata "mamaku saja tidak pernah bentak-bentak k' kayak begitu T.T hiks hiks" Karena yang jadi terdakwanya adalah mama saya sendiri.

Saya tidak punya niat untuk "mendiskreditkan" mama sedikitpun ya.  Saya sangat bersyukur punya teladan perempuan kuat sepertinya.  Saya hanya ingin membagi duka dari belajar menjahit yang dibenak beberapa orang sepertinya terlalu gampang saya dapatkan. But believe me,  it's not as easy as u think. Saya betul-betul harus fokus untuk bisa tiba ditahap sekarang ini,  dan saking fokusnya saya bahkan lupa dengan salah satu resolusi saya untuk lebih rajin menulis di blog. Duh,  semoga kedepannya bisa lebih produktive lagi.. Yeyy,  semangat !!

Mungkin untuk postingan selanjutnya saya akan menulis lebih detail tentang bagaimana proses yang saya lalui dalam belajar menjahit tanpa ikut kursus dengan harapan semoga bisa mengingatkan teman-teman bahwa untuk memulai suatu usaha tidak selalu harus mengeluarkan modal yang besar.

Well,  demikianlah tulisan saya yang rada-rada unfaedah ini.  Selamat malam,  dan sampai jumpa di postingan selanjutnya.

The sweetest thing i've ever seen, ia...aku anaknya suka baper sih

Senin, 21 Mei 2018

Sebelas tahun yang lalu tepatnya pada 19 Mei,  Tuhan memberikan kado istimewa di tengah-tengah keluargaku. Yup,  seorang bayi laki-laki yang setelah bergumul dengan sekian banyak nama2 bule akhirnya dengan bangga kami namai Erland Vincent Gavrilla tanpa nama Fam/marga di belakangnya. Saat itu aku berumur 15 tahun,  so...jika sekarang aku datang ke sekolahnya sekedar menjemput atau mengambil rapot beberapa orang tua yang negatif sering melihatku dengan tatapan aneh yang jika diterjemakan ke dalam kalimat sinetron Indonesia maka bunyinya kurang lebih akan seperti ini,  "huh!!  Dasar anak zaman sekarang,  masih kecil sudah punya anak." atau "ckckck... pasti korban hamil sebelum nikah". Tapi tak apalah, aku tetap bersyukur punya adik yang jarak umurnya denganku bagaikan "hatimu dan hatiku" dalam lagu yang dinyanyikan oleh Titik Sandora dan Sophan Sophian,  terbentang jurang yang tinggi ~~

19 Mei setahun yang lalu, kami sekeluarga merayakan ulang tahunnya yang ke 10. Anak-anak kecil berdatangan, kado-kado bertumpuk,  balon dimana-mana,  lagu selamat ulang tahun dinyanyikan,  dan doa tulus dipanjatkan pada Tuhan. Harusnya hari itu aku bahagia tapi karena salah satu sahabatku berpulang ke rumah Bapa 3 hari sebelumnya,  maka rasanya campur aduk dan susah untuk kutuliskan.

Hari ini,  19 Mei 2018. Kami tidak merencanakan perayaan apapun berhubung tahun lalu ulang tahunnya sudah dirayakan.  Aku hanya akan memasak spaghetti  yang memang beberapa minggu sebelumnya sudah kurencanakan namun belum terealisasi karena puji Tuhan selalu saja ada kain-kain yang menuntut untuk segera kusulap menjadi dres-dress cantik. Adikku senang-senang saja dengan ide makan spaghetti yup karena ini memang makanan favorit kami #2. Diposisi pertama bertengger tempe goreng tepung sajiku. 
Jam 6 sore tadi,  semua bahan-bahannya sudah siap dan aku segera mulai memasak. Hingga kemudian dari teras rumah kumpulan bocah yang menamai dirinya belkom junior menyanyikan lagi "selamat ulang tahun" dengan membawah sekotak cake yang diatasnya diletakkan beberapa lilin. Dari mana mereka mengetahui hari ulang tahun adikku ?  Entahlah.  Mungkin si erland juga punya kebiasaan yang sama seperti kakaknya yaitu dengan tidak tau malu mengingatkan teman-temannya bahwa hari ini ulang tahunnya.  Mungkin.
Tapi bukan itu yang terpenting.  Yang penting adalah apa yang harus kami berikan kepada 15 bocah yang dengan tulus hati datang membawakan kue ulang tahun untuk adikku. Spaghetti ini tidak mungkin cukup. Jadilah Sarimi isi 2 rasa soto 4 bungkus menjadi penyelamat kami malam ini. Mereka senang bukan main. Sepiring besar spaghetti,  seloyang Sarimi Soto dengan topping telur rebus,  tempe sambel kecap dan nasi seadanya habis tak bersisa dalam waktu sekejap.

Tapi eh tapi,  yang paling manis dari yang termanis hari ini datangnya dari kado bawaan salah satu teman adikku. Dia adalah yang terkecil dari teman-temannya. Umurnya kuperkirakan baru 5 tahun. Kadonya sederhana,  dibungkus kertas tulis dan berisi 2 permen loli Milkita dan 1 Biskuit Gary Salut.  Ketika melihat kado ini, saya langsung merinding.  Bukan karena melihat hantu yaa,  tapi karena bawaan dari dulu yang terjadi ketika aku mengalami hal-hal yang massive semisal tahan buang air kecil,  lihat gebetan, dll 😅 Kalian juga kadang seperti itu kan? Atau cuma saya. Well, hope u know what i mean. Nah untuk kali ini,  aku merinding karena kado ini.  Bukan karena cara membungkusnya,  bukan karena isinya melainkan karena ketulusannya memberikan kado ini untuk adikku.  Mungkin saja ia telah merelakan uang jajan dari mamanya untuk membeli permen2 dan kue itu.  Ah, sungguh Tuhan selalu tau cara untuk mengajarkanku sesuatu,  bahkan lewat anak sekecil ini yang belum lagi duduk di bangku sekolah.  Hari ini dari anak itu,  aku belajar untuk memberi dengan apa yang ada padaku dan bukan dengan apa yang belum aku miliki atau yang kuharapkan dapat ku miliki suatu saat nanti,  karena jika seperti itu maka aku akan selalu menunggu waktu yang tepat untuk menjadi berkat bagi orang lain. Dan yup,  seperti qoutes yang berseliweran di Internet "tidak akan ada waktu yang tepat bagi orang yang terus menunggu". Bagiku quotes itu tidak mengada-ngada.

Oh ada lagi satu kado yang tidak kalah mengesankan,  berisi 2 buku tulis yang dibungkus asal-asalan sehingga selotipnya melekat pada cover si buku tulis.  Jika aku mencoba membuka bungkusan kado itu maka beberapa bagian dari cover bukunya jelas akan ikut robek.  Tapi tak apa,  justru ini menjadi bukti penting bahwa kado-kado itu disiapkan sendiri oleh anak2 kecil itu. Ah sungguh manis,  manis sekali.

Terima kasih adik2 dan anak2 kecilku,  untuk warna lain yang kalian berikan dalam ritual 19 Mei.  Terima kasih karena membuat adikku merasa disayangi.  Aku percaya semakin banyak cinta yang Erland terima,  maka akan semakin banyak juga yang bisa ia bagikan. 

Resolusi hidup 2018, apa kabar ?

Kamis, 26 April 2018

Sungguh tidak terasa bulan april hampir berakhir, nah pertanyaannya adalah masih ingatkah kamu dengan resolusi tahun 2018. Oh,  itu mungkin pertanyaan kedua. Pertanyaan pertama adalah apakah kamu memiliki resolusi hidup untuk tahun 2018 ini ? Jika ya,  masih ingat tdk ?

Untuk urusan ini, bagiku ada 2 jenis manusia. Manusia yang menulis daftar goals di tahun 2018. Dan manusia yang menjalani hidup tanpa repot2 membuat  goals yang ingin dicapainya ditahun 2018. Aku termasuk manusia yang rajin menulis goals di awal tahun (dan kemudian lupa 😆)
Kalau kamu tipe yang mana ?

Bukan perkara muda untuk bisa tetap konsisten dengan goals yang telah kita tetapkan saat mengawali tahun 2018. Ye kan ?? Bulan Januari kita masih semangat,  Februari masih ingat,  memasuki bulan Maret kita bahkan sudah lupa pernah menulis resolusi hidup..*Ato cuma saya yang seperti itu ? 😅

Kadang rutinitas membuat kita lupa dengan tujuan2 lain yang ingin kita capai selain dari mengerjakan yang telah kita miliki saat ini.  Dan ketika akhir tahun tiba,  kita baru ingat dengan list yang pernah kita buat,  dan yup... itu berakhir hanya sebagai list resolusi hidup yang belum tercapai *lagi

Itu penyakit saya ditahun2 sebelumnya,  tapi tidak untuk tahun 2018 ini.  Saya menolak untuk lupa karena saya sadar tanpa berusaha mewujudkan resolusi2 yang sudah saya buat,  saya hanya akan berakhir diposisi yang sama.  Mungkin ada yang akan berpikir "seriusnya mamo ini tiwi eh... Sante mko,  dunia ji ini weh" 😂
Yup,  untuk perkara resolusi2 hidup...aku harus serius. Karena menjalani hidup seperti air yang mengalir kadang kala tidak akan menghasilkan buah yang maksimal.  Bagus kalau airnya mengalir di tempat yang bersih,  lah kalau airnya mengalir ke parit yang kotor,  kan sayang banget hidup ini...tersia-siakan.

Jadi,  setelah berpanjang lebar...melalui postingan ini saya cuma mau mengingatkan kita untuk kembali ingat dengan resolusi2 yang sudah kita buat diawal tahun.  Mewujudkan resolusi-resolusi hidup memang tidak semudah menuliskannya diselembar kertas,  tapi mimpi-mimpimu dan mimpiku layak untuk diperjuangkan. Dan jika nanti hasilnya berbeda dengan yang kita harapkan,  setidaknya kita tau bahwa kita telah mencoba dan berjuang. Selalu ingat,  bahwa kegagalan dapat membuat kita lebih berpengalaman,  lebih bijaksana,  dan lebih kuat.  Jadi,  jangan menyerah apalagi lupa dengan goals yang kamu miliki.  Semangat !!!!!!

Sarjana jadi Entrepreneur, salahnya dimana ?

Rabu, 04 April 2018

Untuk postingan kali ini,  saya tidak akan berbicara tentang Toraja, tentang kecintaan saya pada Tuhan 😇, atau tentang hal2 lain yang sesungguhnya random tapi ada saja yang baca 😆 Saya ingin bercerita tentang salah satu ujian besar yang akhir-akhir ini harus berusaha saya lampaui...dan saya yakin diluaran sana banyak juga yang harus berjuang tentang hal ini. Yup,  ujian terbesar itu adalah opini orang-orang tentang sarjana yang lebih memilih menjadi wirausaha atau yang bekerja tidak sesuai dengan jurusan.  JUST LIKE ME ! Jujur saja,  saya tidak  terlalu peduli  dengan opini orang-orang tentang pilihan hidup saya. dulu mungkin ya...tapi sekarang,  tidak lagi. 
Lah,  kalau tidak peduli...trus untuk apa dong nulis postingan tantang ini ? Ya,  kali aja ada yang mengalami hal seperti saya...dan masih sering "tenggelam" dengan opini orang-orang. Semoga dengan tulisan saya ini,  kita bisa saling menguatkan *asikeee

Dari pengalam saya,  seringnya yang beropini tentang kehidupan saya atau kalian justru dari orang-orang yang tidak benar-benar kita kenal. Ya kan ??? Seperti kejadian sore tadi atau 4 hari yang lalu, atau 2 minggu yang lalu dan minggu-minggu sebelumnya.. See,  ada terlalu banyak yang peduli pada kehidupan saya 😆

Dan seringnya lagi, percakapan itu hanya beberapa line, semisal.

Di Ruang tamu,

Si tante : Tiwi kerja dimana sekarang  ?
Saya      : Di rumah tant, menjahit kayak mama *sambil senyum
Si tante : Duhhh... Kenapa nda mau kasih masuk kamaran di kantor2  saja,  atau jadi honorer ? *Dengan muka prihatin
Saya     : "Tant,  mama saya  bisa beli mobil, biayain kuliah saya,  dengan menjahit. So what's wrong with that ? " (dalam hati)
Actually,  saya cuma bilang "saya senang menjahit tant jadi lamar kerjanya besok-besok saja,  saya udah bosan ngelamar,  saya tunggu dilamar aja" 😆 (bdw,  8 kata terakhir cuma saya ucapkan dalam hati ji)
Si tante : Tapi lebih baik kerja di kantor nak. Kayak si ini........
Saya : *Mendengarkan *Ngangguk2 * Undur diri

Dibalik ucapan saya ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu sebenarnya masih banyak hal yang ingin saya utarakan,  hanya saja kebanyakan orang lebih suka opini mereka didengarkan,  jadi saya lebih baik diam. Lagian,  beberapa orang pikirannya tidak akan terlalu panjang untuk bisa menyelami setiap hal yang saya atau kalian cita-citakan,  we don't have to explain our goals to others. Yang menjalaninya adalah kita,  bukan orang lain. Sesederhana itu.

Saya kadang berpikir,  kenapa tidak ada satupun orang yang bertanya "apa passionmu ?" "apa yang kau senangi ?" instead of "kenapa tidak kerja di kantor ?". Yup,  kebanyak orang lebih suka ikut arus dan menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang,  itulah yang terbaik dan paling benar.  Memilih hal yang berlawanan dengan mayoritas malah cenderung dianggap pilihan yang bodoh, sia-sia, dan memprihatinkan.  Hal yang sama berlaku dengan sarjana yang memilih menjadi enterpreneur.  Well,  bekerja sesuai dengan basic pendidikan memang keren dan mewah.  Tapi bagi saya,  bekerja sesuai dengan passion itu anugerah dan kebebasan yang tidak semua orang mampu jalani karena  sambil kau mengerjakannya  akan ada yang melemparkan batu-batu kecil kepadamu. Tapi tenang saja,  batu-batu itu lama kelamaan hanya akan menjadi seperti kapas saja😉

Terakhir,  tentang orang2 yang terlalu "peduli"  pada hidup saya pun kalian adalah tidak semua orang mengerti dengan konsep "bekerja dengan hati yang gembira". Trust me,  saya pernah melaluinya dan bagi saya,  dari pada menjadi seperti robot yang bekerja tanpa hati (cos i found that kerja kantoran is not my thing) saya tidak akan malu dengan apa yang menjadi passion saya dan saya akan tetap melakukannya,  karena itu talenta yang Tuhan berikan bagi saya.  Dan itu sia-sia jika tidak saya pergunakan dengan baik. Bekerja entah dikantor ataupun menjadi entrepreneur tujuannya sama kok,  sama-sama cari duit.  Kecuali,  kalau yang orang-orang tadi maksud dengan bekerja adalah untuk mengesankan orang lain,  it's the different story.  Tapi saya tidak akan pernah berusaha mengesankan siapa-siapa, as long as i'm happy to do my job,  i will do it,  no matter what people throw to me.

Oh satu lagi, saya percaya orang2 tadi juga berpikir "kenapa harus kuliah kalau ujung-ujungnya buka usaha,  atau ujung-ujungnya cuma mau menjahit ji na kerja kayak mamaknya" 😆
Well,  itu kurang lebih sama dengan pertanyaan "kenapa harus pacaran lama-lama dengan si A kalau ujung-ujungnya malah nikah dengan si B". Untuk bisa mengambil keputusan yang besar dalam hidup,  semua butuh proses... proses itu berisi pengenalan lebih dan lebih lagi tentang diri sendiri.  Once u found ur self,  theres no doubt anymore in make ur big decision.

Nah,  Jadi salahnya sarjana yang jadi entrepreneur itu dibagian mana ya 😄 Kok banyak yang senewen.

*picture source : Pinterest

Happy Good Friday

Kamis, 29 Maret 2018

Hari Jumat Agung bagiku bukan hanya sekedar menjadi pengingat bagaimana Tuhan Yesus mengorbankan nyawanya di kayu salib untuk menebus dosaku dan dosamu.  Lebih dari itu,  Jumat Agung menjadi semacam cermin bagiku untuk melihat apakah kehidupanku selama inj sudah mencerminkan manusia2 tebusan Tuhan Yesus ataukah aku masih sama saja,  hidup dalam dosa-dosa yang sudah ku anggap biasa. Yeah,  Lord know i'm trying  😇

Tentang Jumat Agung,  kurang lebih 2000 tahun yang silam.. Ada pribadi yang rela menderita dan kena hukum padahal Dia sama sekali tidak berdosa. Dialah Yesus.  2000 tahun yang silam ada manusia-manusia yang menyambut kedatanganNya ke Yerusalem dengan sorak sorai namum tak lama berselang mereka malah berteriak mati-matian untuk menyalibkannya.  2000 tahun yang lalu ada 1 sosok pemimpin yang sebenarnya punya kuasa untuk membebaskan Yesus dari hukuman (karena dia sadar bahwa Yesus tidak melakukan kesalahan)  tapi matanya tertutup oleh kekuasaannya.
2000 tahun lalu ada banyak yang menghujatNya dan mempertanyakan kekuasaanNya karena Dia hanya berdiam diri diatas kayu salib dan tidak berusaha menyelamatkan diriNya.
Tentang yang 1 itu biar ku beritahukan sesuatu,  bukan hanya 2000 tahun yang silam namun hingga saat ini banyak yang tidak percaya padaNya karena mereka berpikir dengan logika. 
Saat Tuhan Yesus berada di kayu salib,  dia sepenuhnya adalah manusia sehingga untuk pertama kalinya Dia berkata "Allahku Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku". Itu untuk pertama kalinya Tuhan Yesus menyebut kata "Allah" instead of "Bapa".
Dia merasakan kesakitan yang luar biasa, dan Dia taat sampai mati.  Itu semua karena Dia terlalu mengasihiku dan mengasihimu.  Melalui pengorbanannya,  tidak ada lagi domba sembelihan untuk menghapuskan dosaku dan dosamu sama seperti yang dilakukan bangsa Israel saat Allah memimpin mereka berjalam menuju tanah perjanjian.  Ya,  dosaku dan dosamu sudah dibayar lunas oleh darah Yesus. So,  untuk membalas segala kebaikannya,  mari hidup mengucap syukur dengan melakukan kehendakNya dalam kehidupan kita.  Bukan karena kita berbuat baik maka kita diselamatkan olehNya,  namun karena kita telah diselamatkan maka sudah sepatutnua kita hidup mengucap syukur. Happy Good Friday 😇

Kemuliaan hati orang Toraja dalam pesta kematian

Rabu, 14 Maret 2018

Duluhnya dengan pikiran polos nan sok lugu (ditambah sedikit kebodohan), ku kira menjadi orang Toraja sungguh merepotkan.  Bayangkan saja, jika ada yang meninggal,  keluarga harus mengeluarkan uang untuk menjamu tamu yang datang melayat, tanggung jawab untuk mengembalikan "hutang" uang,  babi,  pa'piong,  atau apapun yang dibawa oleh si pelayat. Oh ya,  dan jangan lupa dengan rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengubur yang telah meninggal itu bukan waktu yang sebentar.  Bisa seminggu,  bahkan hingga bertahun-tahun. Jika mengadakan ibadah penghiburan, katakanlah 3 kali berturut-turut seperti yang lasimnya dilakukan di kota rantepao (yes,  i'm not even talking about big funeral ceromy yang sesuai dengan tatanan rambu solo' yang baik dan benar).. bisa dibayangkan berapa banyak yang harus dikeluarkan keluarga yang berduka untuk menjamu pelayat yang datang.

Sekedar info saja,  saat mengadakan ibadah penghiburan paling tidak keluarga biasanya menyiapkan sekurang-kurangnya 3 macam menu makanan (daging,  ikan,  sayur)  belum lagi minumannya yaitu teh, kopi,  dan ballo' dan teng gelas untuk anak-anak (ke ma'pakena ki' ). Ah,  dan pastinya rokok. Oh,  dan keluarga tidak hanya merogoh kocek untuk makanan saat ibadah penghiburan ya,  namun jauh sebelum itu yakni saat persiapan menuju ibadah penghiburan.  Yup, keluarga tentu harus menjamu bapak-bapak yang membantu mendirikan tenda/lantang, ibu-ibu yang membantu menyediakan hidangan,  dll.  Syukurlah jika keluarga yang berduka memiliki penghasilan yang lebih untuk itu,  namun jika hidup mereka hanya cukup untuk sehari-hari atau bahkan kurang,  mereka bisa apa ? Ibaratnya,  kita yang berduka,  kita juga yang harus mentraktir orang-orang yang datang melayat dan membantu 😅 Duh repotnya jadi orang Toraja.  So,  jangan salahkan orang-orang yang ingin menikah dengan orang dari luar Toraja saja dengan harapan hidupnya tidak tambah syahduh dengan tanggung jawab "mantunu".

Tapi,  seminggu ini sepertinya pikiranku lumayan terbuka dari rangkaian ibadah penghiburan disebelah rumahku.  Dari pada melihat dari segi materil yang sepertinya begitu membebani keluarga yang berduka. Mari lihat sisi paling mulia dari prosesi ibadah-ibadah kedukaan yang dilakukan sebelum almarhum/a dipatanekan.

Keluarga yang berduka dan rumahnya sepi dari pelayat,  ibaratnya sudah terluka...eh,  tanpa sengaja lukanya kena tetesan jeruk nipis pula,  ahh sakitnya bertambah-tambah. Disisi lain keluarga yang sedang berduka tidak mungkin bisa saling menghibur satu sama lain,  mereka perlu orang lain untuk menguatkan mereka. Dan mengingatkan mereka bahwa ada banyak yang peduli pada rasa duka mereka,  terlebih lagi jika banyak yang datang melayat berarti banyak yang menyayangi orang yang telah meninggal itu. Dengan demikian keluarga tentu akan terhibur.

Kedua,  kenapa orang mati di toraja terutama yang beragama Kristen tidak langsung dikubur saja supaya keluarga bisa cepat move on dan tidak larut dalam duka seperti dengan agama lain? Well,  karena kadang-kadang kita lebih baik melepas secara perlahan,  rasanya lebih mudah ditanggung. Dengan "tidur" beberapa hari di rumah,  keluarga bisa belajar untuk melepaskan pun belajar untuk lebih ikhlas kehilangan. Dan pastinya dengan begitu keluarga bisa mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari penguburan. That's it.

Lebih dari semua itu,  kau bisa melihat kemuliaan di hati orang-orang Toraja ketika pesta kematian di gelar atau jika di daerah kota bisa disebut dengan ibadah penghiburan. Tetangga jauh nun di atas gunung pun yang dekat berdatangan. Mereka yang kenal dekat dengan sosok almarhum pun yang hanya sebatas tau nama almarhum datang tanpa rasa segan.  Yang laki-laki bahu membahu mengambil bambu,  memasang tenda,  membuat lantang,  memotong babi atau kerbau untuk dihidangkan saat ibadah penghiburan. Yang ibu-ibu memasak di dapur umum,  melipat kertas, mencuci piring. Yang anak-anak berlarian kian kemari membongkar isi rumah (curhat 😆)

Uniknya,  tetangga-tetangga yang jarang bertatap muka karena dibatasi oleh lorong pun gunung bertukar cerita dengan penuh keterbukaan terutama ibu-ibu, mereka saling menguatkan satu dengan yang lain. Di dapur, lelucon dewasa dan panasnya uap nasi berpanci-panci besar serta semerbak gorengan ikan lure (mairo atau entah bgmna cara org kota menyebutnya) saling bercium-ciuman di udara.  Dan pastinya lelucon itu tak perlu kubagikan di postingan ini karena akupun (pura-pura)  tidak mengerti. Dan lagi perilaku yang telah tiada menjadi cerita yang "disucikan" oleh tetangga-tetangga terdekat.  Yang jelek seolah menghilang atau diceritakan dengan lucu sehingga terdengar wajar. Dan kebaikan almarhum/a diceritakan terus menerus. Sungguh hawa yang menyejukkan.

Dengan demikian dapat kusimpulkan bahwa kematian bagi orang Toraja  tidak sekedar menghabis-habiskan uang untuk menjamu pelayat yang hadir. Lebih dari itu, kematian bagi orang Toraja adalah tentang melepaskan dengan perlahan,  memaafkan dan menyucikan yang telah pergi, tentang peduli pada rasa sakit orang lain,  tentang menguatkan yang sedang berduka dan membuat mereka bebas dari menanggung sunyi. Dan satu hal yang pasti,  kerja sama para tetangganya.

Sepertinya mindset realistisku  (ditambah sejumput materialistis), tentang beban keluarga dengan jamuan yang harus mereka siapkan, sekarang telah berubah menjadi peristiwa tabur dan tuai.  Apa yang saat ini kau berikan pada orang lain dengan ikhlas,  suatu saat akan kau tuai.   Dan selama ini,  baru kusadari bahwa sesederhananya kehidupan keluarga yang berduka, Tuhan selalu memampukan mereka untuk "mentraktir"  tamu yang datang melayat seberapa pun jumlah orang yang datang.

Mungkin makna yang terkandung dari pesta kematian yang diciptakan oleh para tua-tua lebih "canggih" dari yang bisa kupikirkan saat ini.  Tapi bagiku,  melihat beberapa sisi positif dari budaya suku Toraja sudah lebih dari cukup.

#Saya bangga jadi orang Toraja

Berdoa

Senin, 26 Februari 2018

Jika ada satu hal paling berharga yang bisa kita miliki saat ini juga, itu harusnya bukan banyaknya digit angka yang terterah di layar ATMmu ketika kau mengecek saldo, bukan juga kekasih hatimu,  bukan juga waktu berkualitas dengan keluargamu,  apalagi jumlah followers di instagrammu. Ya, itu semua sangat berharga dan kurasa kita rela melakukan berbagai cara untuk bisa memperoleh dan mengalami hal-hal itu. Tapi ada hal yang lebih dari itu,  ialah berdoa.  Well,  mungkin beberapa orang menganggap statement semacam ini terlalu klise seklise kalimat yang diucapkan beberapa orang untuk membuat orang lain menangis termehek-mehek  (it didn't work for me off course), tapi sungguh..berdoa harusnya menjadi hal paling berharga bagi kita.

Mengapa doa kusebut sebagai hal paling berharga ? Saat kau memohon pada manusia lain atau mencurahkan isi hatimu padanya tidak ada kepastian bahwa ia benar-benar mendengar permohonanmu bahkan ketika kau berteriak sekeras-kerasnya demi meruntuhkan tembok hatinya yang keras. Tapi denganNya semua berbeda, setidaknya seperti itulah yang kurasakan.  Bayangkan,  kita punya akses tanpa batas untuk bicara dengan pribadi yang menciptakan semesta ini dan doa-doa kita selalu sampai ditelinganya, jangan pernah ragukan itu. Dan hebatnya lagi,  tidak ada hal yang terlalu kecil tentang kita bagiNya. Kita bisa mengungkapkan hal apa saja bahkan hal remeh temeh sekalipun.

Jadi,  berdoalah seakan-akan tanpanya kita tidak bisa hidup. Kebiasaan itu yang akan menolong kita melalui baik dan buruk yang diberikan kehidupan  untuk kita jalani,  dan akan ada masanya kau terkagum-kagum dengan kenyataan bahwa Tuhan begitu peduli pada tiap detail dalam hidupmu. It works for me,  and it will works for you if you just believe. 

Saya (bukan) perempuan Amsal 31

Kamis, 01 Februari 2018

Menjadi perempuan yang disenangi dan dipuji-puji siapa sih yang tidak ingin ?
Di dalam Alkitab, tepatnya dalam Amsal 31 dituliskan tentang puji-pujian untuk isteri yang cakap. ISTERI 😱 Jadi isteri saja sepertinya sudah bukan perkara yang mudah (apalagi klu calon jodohmu masih bersama perempuan yg salah),  ditambah lagi harus jadi isteri yang cakap dalam buanyak hal.. Duhhhh

Oh ya,  sebelum itu ternyata Amsal yang satu ini ditulis oleh Lemuel yang adalah seorang Raja. Kalimat-kalimat indah itu dilatarbelakangi oleh ajaran ibunya tentang bagaimana seharusnya perempuan yang pantas bersanding dengan raja. Aku sih tidak perlu jadi isteri raja ya,  jadi ratu di hati kamu aja aku udah seneng..ea ea eaaa 😅

Well,  sekarang kita fokus ke Amsal 31:10-31. Saat pertama kali membaca Amsal ini, i'm just like... mundur perlahan/sorong pela',  dan menjadi semacam karet bungkusan gado-gado yang lomboknya 3 biji.  I'm nothing jika dibandingkan dengan perempuan Amsal 31 ini. Bagaimana tidak,  lihat saja hal-hal yang bisa dilakukan oleh perempuan ini. Dia cantik,  jago memasak,  mengatur orang lain, bercocok tanam, kuat begadang,  pintar memintal pakaian, dia murah hati, dan ia bahkan menjual pakaian. What a perfect woman ! Belum kutuliskan hikmat yang harus dimilikinya.  Ahh.. Semacam perempuan yang punya beberapa perusahaan dan hebat dalam menjalankan semua perusahaan itu, dan pastinya dia tidak perlu menuliskan kata kunci di youtube "how to get my life together" 😅

Kecenderungan perempuan adalah tanpa sadar membandingkan diri dengan perempuan lain, bahkan yang ada dalam Amsal 31. Bukan tidak mungkin ada perempuan yang berusaha untuk menyamai perempuan dalam Amsal 31, tapi aku tidak akan repot-repot untuk itu.

Biar kujelaskan alasannya.  Perempuan itu terlalu sempurna. Dan aku, dari pada bangun tengah malam untuk menyediakan makanan bagi seisi rumah dan memintal pakaian, aku mungkin akan lebih memilih menonton drakor atau cari inspirasi di pinterest tentang dress yang kece atau quotes yang instagramable.

Menurutku,  tidak perlu menyamai perempuan dalam Amsal 31, karena zaman sudah berbeda.  So, sebaiknya  jadilah perempuan-perempuan Amsal 31 zaman now. Maksudku,  adalah baik untuk meneladani perempuan dalam Amsal 31, tapi jangan berusaha terlalu keras untuk menjadi sepertinya. Kita masing-masing dikaruniai talenta yang berbeda-beda. So,  lebih bijak rasanya jika kita menjadi perempuan yang dipuji-puji dengan talenta yang kita miliki,  bukan dengan apa yang tidak ada pada kita. Oh ya,  dan 1 lagi...yang paling penting malah, jangan pernah membandingkan diri dengan perempuan yang lain (apalagi membandingkan diri dgn mantannya pacarmu) atau dengan perempuan berlabel "cantik" yang bertebaran di media. Yang harus kau tau,  make up cantik di wajahnya itu di pulas selama berjam-jam agar terlihat layak untuk cover majalah vogue. Tidak usah terlalu risau jika kau pendek,  hidung minimalis,  ukuran dada yang *ah sudahlah. Ingat,  bahkan perempuan berkumis dan bertubuh besar pernah menjadi standar cantik di masa lampau. Jadi, dari pada mengikuti standar cantik sesuai dengan yang dipropagandakan di media yang sesungguhnya selalu berubah-rubah mending jadi diri kita sendiri. Your beautiful, powerful, unique, and kind in your own way zayyy. Dan lagi,  nilai kita tidak bergantung dari seberapa banyak orang yang menyukai kita. Nilai kita lebih mahal dari itu.  Nilai kita seharga dengan darah Yesus yang sudah tercurah di kayu salib.  So,  do not insecure about what people think or say about you...berdirilah di depan cermin dan lihat betapa berharga dan betapa Tuhan mencintaimu,  itu hal terbaik yang kau miliki. Jangan biarkan nilaimu dirusak oleh pikiran buruk orang lain padamu. Seperti lirik lagunya abang justin; love yourself.

Dan pada akhirnya, jangan pernah mengandalkan kecantikanmu karena kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia,  tetapi perempuan yang TAKUT AKAN TUHAN dipuji-puji.

Eh iya.. Tau tidak apa yang paling sia-sia di dunia ini ? Perempuan yang cantik luarnya tapi atitude-nya jongkok.

So, Takut akan Tuhan is a must.

X,

Tiwi

Weird feeling

Sabtu, 13 Januari 2018


How can it be possible ?
I've dreamth about you last night, someone i never really talk with. Ok,  maybe i've talk with you in couple years ago, but it's just short conversation, there's nothing more than that. 
I had better dream than this one,  but why it making me think of you all day long. 
It's really weird felling,  because i missed you for the reason that i don't really now.
Have you ever felt when you busy with your life and in the other place far from you there someone who thinking you,  wondering that you thinking her/him to ?  I love this felling,  but hate this too.  It's weird.

Mengeja Nama Orang Toraja

Kamis, 04 Januari 2018

Penghujung tahun menjadi moment yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga. Cerita-cerita tentang masa lalu diungkit kembali, kebanyakan dari cerita itu adalah yang lucu setidaknya bagi orang-orang tuaku dan aku tak mengerti dimana bagian lucu dari cerita itu,  tapi mereka tertawa terbahak-bahak dan bagiku itu sudah cukup,  mereka bahagia.  Oh iya,  mungkin yang cukup lucu bagiku adalah cerita tentang teman kecil mereka yang tiap hari bersembunyi di lemari pakaian karena malas ke sekolah. Dan suatu hari, ketika ayahnya membuka lemari itu, muncullah sepasang kaki di sela2 pakaian yang digantung dan langsung saja beliau menarik kaki itu dan jeng..jeng..muncullah penampakan anaknya lengkap dengan pakaian sekolah.  Tidak perlu kuceritakan tentang akhir kisah dari anak itu, kalian bisa menebak sendiri apa yang dilakukan sang ayah padanya.  Selain cerita yang cukup lucu itu,  ada hal lain yang menarik perhatianku ketika orang-orang tua berkumpul dan saling berbagi kisah. Ialah nama dari orang-orang yang sedang mereka kisahkan. Nah, itulah hal yang menjadi latar belakang dari tulisan ini.

Kata orang nama adalah doa, dan ku rasa kita sepakat bahwa sebaik-baiknya doa adalah yang menyiratkan berkat pun harapan. Jadi tidak kurang dan tidak lebih, dibalik sebuah nama ada harapan indah yang digantungkan orang tua pada anaknya. 
Di Toraja,  pemberian nama pada seorang anak sependengaranku ada beberapa macam.  Pertama, seperti perkataan orang-orang bahwa nama adalah doa,  sebagian orang tua di Toraja dengan penuh kebijaksanaan dan pertimbangan memberikan nama yang indah nan penuh harapan untuk sang anak, misalnya Maria Datu La'bi. Maria (perawan yang melahirkan bayi Yesus), Datu (yang terutama/teratas),  La'bi (lebih)..see,  3 kata dari nama itu semuanya bermakna positif.  Belum lagi yang saat ini sering didengar saat akta baptisan kudus di gereja.  Pendeta sering menyebut nama Kameloan (kebaikan),  Melona (baiknya),  Shalom (damai sejahtera),  dll.

Kedua,  nama yang berasal dari orang tua yang praktis. Orang tua dalam golongan praktis yang kumaksud adalah mereka yang umumnya lupa dengan tanggal lahir sendiri sehingga membuat hari ulang tahun sekehendak hati. Dan manusia yg lahir di era 90an, biasanya memanggil mereka dengan sebutan "nek". Nah,  golongan ini biasanya menamai anak sesuai dengan nama hari.  Sepertinya kebanyakan dari orang Toraja ditakdirkan untuk lahir di hari Jumat,  Sabtu,  dan Minggu. Namun bukan orang Toraja namanya jika namanya tidak disebut dengan dialek Toraja.  Maka timbullah nama Duma',  Sattu,  dan (tentunya) Minggu.  Selain nama hari,  orang tua jenis ini biasanya memberikan nama pada anaknya sesuai dengan peristiwa yang terjadi ketika sang anak dikandung. Misalnya "Tappe" (ditinggalkan)  yang diberikan pada sang anak karena ayahnya meninggal sebelum sang anak dilahirkan. Atau juga "Tambaru" (tahun baru)  karena si anak lahir telat saat pergantian tahun.

Ketiga,  nama yang ditambahkan sesuai dengan kebiasaan sang pemilik nama.  Ini bukan lagi pemberian dari orang tua melainkan akibat dari apa yang sering dilakukan oleh sang pemilik nama.  Semisal "Sampe panjar" untuk Bapak yang sering meminta panjar sebelum melaksanakan tugasnya. "Sampe kayok" (kayok=garuk), bapak yang suka minta digaruk oleh istrinya 😆. Dan masih banyak lagi Sampe2 lainnya.

Keempat,  nama yang diberikan oleh orang tua (atau kakak perempuan)  yang sok kebule'-bule'an. Tipikal manusia seperti ini biasanya mencari dan menemukan segala hal melalui internet termasuk urusan nama.  Sebut saja nama "Erland Vincent Gavrila". Ketik saja nama ini di google,  niscahyah akan muncul artinya yang kurang lebih adalah rajawali perkasa yang sanggup mengatasi segalah kesulitannya dengan kekuatan dari Tuhan.  Ah,  indah sekali.
Atau gabungan nama pemain sepak bola "Lionel Christiano Alesandro". Orang tua ini biasanya tidak lagi menganggap marga sebagai suatu hal yang harus dipertahankan,  dan saat sang anak mulai bertumbuh dan sering sakit-sakitan.. barulah orang tuanya senewen ingin mengganti nama sang anak.

Kelima, nama yang diberikan seperti dengan nama yang tertulis dalam Alkitab semisal "Matius", "Markus", "Yusuf", "Ester", "Daud", dll. Saat di translete ke dalam bahasa Toraja maka muncullah nama seperti Matiu', Makku',  Ucu',  Ette, dan Dau'.

Keenam,  nama yang kedengaran enak walaupun lumrah.  Mungkin orang tua jenis ini ketika masih muda dulu sangat suka menonton tayangan TV nasional yang berpusat nun di pulau Jawa sana (itu pun hasil nebeng di tetangga sebelah rumah), sehingga ketika sang anak lahir jadilah nama semisal Pratiwi Anggreini Sulo muncul. Syukurnya orang tua jenis ini masih berbesar hati memberikan marga dibelakang nama anaknya yang kejawa-jawaan itu.  Ketika sang anak beranjak dewasa,  pernyataan seperti "orang jawa ya?" "kok namanya kayak orang jawa ?" "kamu beneran orang toraja? " (padahal lindo2 bulinangko liu 😅) Dan disaat seperti itu,  marga/fam selalu menjadi penyelamat.

Ya,  ada begitu banyak cara bagi orang Toraja untuk menemukan nama yang tepat bagi anaknya.  Dan sebaik apapun nama itu..terkadang akan kedengaran aneh atau mungkin juga unik bagi orang luar. David menjadi Dapi',  Tomas menjadi Toma'...hingga yang berubah total semisal Paulus menjadi kotto 😅
Pada akhirnya, nama tetaplah nama......tanpanya kau tidak ada.

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS