Pages

Mozaik – mozaik Hidupku (part 2)

Rabu, 07 November 2012

Mozaik hidup saya berikutnya ada di Yogyakarta…
Add caption
Sebelum melakukan kunjungan media, kami (Saya, Yayu, Jay, Ria, Rahma, Depe’) sudah merencanakan ini. Ada berbagai alasan mengapa saya sangat ingin ke kota yang satu ini, salah satunya adalah karena disana terdapat sesuatu yang pernah menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia. Yupz, Borobudur J.
Setelah semua kegiatan di Jakarta telah selesai, kami (GREAT) tercerai-berai ke berbagai pelosok di pulau Jawa. Pada awalnya ada rasa kuatir untuk menginjakkan kaki ke kota itu, kami takut kalau – kalau  banyak kesialan yang akan terjadi seperti di Jakarta. Tapi karena tekad untuk menginjakkan kaki di Borobudur, kami pun membuang jauh rasa takut itu. Saat itu,  sedang libur lebaran sehingga sangat susah untuk memperoleh tiket kereta api. Jadi kami meminta tolong kepada paman Yayu’ yang tinggal di daerah Depok untuk membantu kami untuk memeroleh tiket Bis tujuan Jogja. Singkat cerita, kami akhirnya terdampar di rumah paman Yayu’ karena bis yang akan mengangkut kami berangkat dari sana.
Akhirnya waktu itu segera tiba, kami berangkat ke perwakilan Bus yang bernama Handoyo. Setelah agak lama menanti, akhirnya bis itu datang juga. Kami segera naik, dan perjalanan pun dimulai.
Kami berangkat pada pukuk 16.00 Wib. Ada suasana berbeda yang saya rasakan dalam bis itu. Ya, jika biasanya saya pulang ke toraja dengan bis yang mengangkut orang – orang toraja dengan bahasanya yang sangat saya rindukan, saat itu kami malah dikelilingi oleh orang – orang jawa yang menurut saya sangat kental dengan bahasa mereka. Dan itu semakin membuat saya percaya bahwa kami benar – benar akan menginjakkan kaki ke Jogjakarta. Adapun bis yang kami tumpangi ini tidak ber-AC, tapi itu tidak membuat saya kecewa karena walaupun tidak ada AC tujuan tetap Jogjakarta :D
Dalam perjalanan menuju kota itu, hal yang paling saya ingat adalah ketika banyak penumpang dari bis lain yang dipindahkan ke bis kami entah karena alasan apa. Sungguh kasihan melihat mereka  berdiri di lorong – lorong Bis yang sempit itu. Bahkan ada ada beberapa anak kecil pula yang harus berdiri bersama ibu mereka. Tapi entah mengapa, mereka terkesan biasa – biasa saja dengan keadaan seperti itu. Pada sekitar jam 1 malam, mobil kami tiba – tiba mogok. Saya tidak tau mengapa, tapi situasi pada saat itu benar – benar menyeramkan. Syukurlah, Handoyo hanya mogok sejenak. Kemudian ia terus melaju membawah kami ke suatu kota yang tidak saya sangkah akan begitu ramah.
Matahari mulai menampakkan cahayanya, keadaan tidak lagi gelap. Satu per satu penumpang mulai turun. Dan saya semakin bahagia karena itu berarti Jogjakarta sudah semakin dekat. Handoyo pun berhenti di terminal bernama Jombor. Tiba – tiba sang sopir menyatakan bahwa ini adalah pemberhentian terakhir untuk bis Handoyo. Kami bingung setenga mampus !! Kami tidak mengenal dimana tepatnya daerah itu, apalagi orang – orangnya. Kami jelas terlihat seperti orang baru yang menginjakkan kaki di daerah itu, dan orang – orang seperti kami ini biasanya menjadi sasaran empuk bagi mereka yang tidak takut dosa.
Dengan kekecewaan yang luar biasa kepada Handoyo, kamipun menurunkan barang – barang kami yang rempong itu. Syukurnya masing – masing kami hanya membawa 1 kopor, kecuali sahabat saya yang bernama Rachma :D. Ya, dia bahkan membawa 2 kopor dan 1 tentengan berisi segalah bentuk kerempongan. Tapi serempong – rempongnya orang ini, perjalanan kami di Jogjakarta tidak akan berwarna. Asikkkee.
Udara di tempat itu sangat sejuk, sehingga mengurangi kesesakan kami pada Handoyo. Setelah putar otak di pagi hari, kami pun memutuskan untuk merental mobil seseorang yang ada di terminal itu. Ya, perjalanan terus berlanjut. Di sepanjang jalan kami terus membaca segalah hal yang bisa dibaca misalnya nama jalan, nama tempat, nama daerah, dll. Ups, saya lupa memberitahukan bahwa sebelumnya, kami dengan bantuan sahabat Yayu’ di Jogjakarta telah membooking sebuah penghinapan bernama Rumah Nugraha. Akhirnya setelah mutar2, sampai juga kami di penghinapan bernama rumah Nugraha.
Kesan pertama saya terhadap penghinapan itu adalah sederhana tapi bersahabat. Yaa, kami segera membawa kopor2 kami ke dalam kamar yang telah disewah. Saat memasuki kamar itu, kami langsung berebut tempat tidur gara2 efek kurang tidur yang diciptakan oleh bus Handoyo. Dan tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 12.00 siang waktu setempat. Kami terbangun, dan mulai menyusun rencana perjalanan. Satu prinsip yang kami pegang teguh selama berada disana adalah Ke Jogja bukan untuk tidur tapi untuk jalan. So, dengan bantuan teman Yayu (lagi) yang bernama Ratna dkk kamipun menyewah sebuah mobil yang bisa membawa kami kemana pun kami mau J
Dan perjalanan pun dimulai…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS