Pages

Numpang tidur di RS

Sabtu, 23 Januari 2016

Hello from the hospital
Rasanya lega bisa keluar dari bangunan bernama Rumah sakit itu. 2 hari mendekam disana (walaupun bukan saya yg terbaring lemah disana) rasanya seperti 2 tahun. Awalnya kesal juga, kenapa ya...masih awal bulan, sudah ada saja ujian semacam ini. Tapi 2 hari di rumah sakit membuat saya belajar banyak hal. Mama masuk rumah sakit pada 16 Januari. Tapi seminggu sebelum itu, mama memang sudah sakit parah. Indikatornya adalah selama seminggu itu mama tdk pernah bersentuhan dengan yg namanya mesin jahit. Padahal normalnya, mama biasanya menghabiskan waktu 23 jam bersama bendah itu (if u know what i mean).

Well, balik lagi ke hari Sabtu kemarin, tepatnya jam setengah 8 kami (mama, tante, tiwi) pergi ke ruang IGD. Di ruangan inilah, saya punya kesempatan untuk melihat banyak hal yang tidak ingin saya lihat dan rasakan *tsaaaah. Bau karbol campur obat-obatan, dan orang-orang yang terbaring lemah TAK BERDAYA di tempat tidurnya menyambut kami disana. Ruangannya pengap, sebenarnya ada 6 AC disana, tapi entah karena rusak atau alasan penghematan maka jadilah hanya 1 AC yang berperang melawan suhu panas ruangan itu. Tidak nyaman, itu sudah pasti. Belum lagi pemandangan ekstrim dari berbagai jenis alasan yang membuat pasien harus memasuki ruangan bernama IGD itu. Kecelakaan lalulintas, struke, kanker prostat, sampai yang kerasukan, digigit anjing gila, jatuh dari pohon mangga...memaksa mereka untuk "bertamu" di Rumah sakit itu. Oh iya...dan mama karena Demam berdarah.

Seperti menemukan jodoh dari Tuhan yang dalam prosesnya selalu diisi dengan memacari jodoh orang lain, hal ini juga beda tipis dalam mendapat kamar opname di Rumah sakit itu. IGD hanya tempat sementara itu mendapat kamar untuk rawat inap. Dan untuk mendapatkan kamar, rasanya begitu lama bagaikan menanti jodoh yang tepat dari Tuhan ( itu kalau kamu jomblo selama 23 tahun ya). Tidak tahan hanya berdiam diri di dalam ruangan itu, dan melahap setiap alasan para staf RS yang menyatakan bahwa kamar sedang full, sementara mama berbaring di ruangan itu...saya berusaha mencari kamar sendiri. Berlari dari ruangan perawat satu ke ruang perawat lainnya, bertanya apakah masih ada ruangan yang kosong atau yang akan segera kosong. Setelah bertanya sekian kali, akhirnya dapat juga kamar yg akan segera kosong. Tapi ternyata masih harus menunggu lagi karena si empunya kamar masih berusaha untuk mengumpulkan uang untuk membayar biaya RS. Sedih saya.

Jam setengah 4 di Sabtu itu...mama akhirnya bisa dipindahkan ke kamar rawat inap. Sementara itu, pasien yang lain...masih menelan harapan tak pasti yang ditawarkan oleh staf di IGD. Bagian terbaik dari hidup 2 hari di RS adalah saya bisa melihat dokter cakep *eh salah. Saya bisa lebih peduli pada mama tanpa perlu merasa awkward, punya kesempatan untuk menghabiskan 2 hari penuh dengan orang2 terbaik dalam kehidupan kami. Makasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS